Riset terbaru yang dipublikasikan oleh GBG, perusahaan terkemuka dalam bidang identitas dan lokasi global, mengungkapkan kekhawatiran mendalam bisnis di Asia Pasifik terhadap meningkatnya ancaman penipuan yang semakin terorganisir dan meluas. Laporan Penipuan Global 2024 dari GBG menunjukkan bahwa hampir semua bisnis di kawasan ini merasa resah dengan eskalasi upaya penipuan yang terus berkembang, serta dampaknya terhadap operasional dan finansial mereka.
Studi yang dilakukan GBG melibatkan survei terhadap bisnis di beberapa negara Asia Pasifik, termasuk Australia, Selandia Baru, Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Filipina. Hasilnya cukup mengejutkan, dengan 70% profesional pencegahan penipuan melaporkan peningkatan signifikan dalam upaya penipuan yang mereka hadapi dibandingkan tahun sebelumnya. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan kawasan EMEA (Eropa, Timur Tengah, dan Afrika) yang hanya mencapai 55%, serta Amerika Serikat yang berada di angka 48%.
Lebih dari sekadar frekuensi, risiko finansial akibat penipuan juga menjadi sorotan. Sebanyak 11% responden mengungkapkan bahwa nilai rata-rata transaksi yang terkait dengan upaya penipuan di organisasi mereka berkisar antara US$35.000 hingga US$50.000. Ini menunjukkan betapa besarnya kerugian yang bisa dialami oleh perusahaan jika tidak ada tindakan pencegahan yang efektif.
Generative AI: Ancaman Baru dalam Pencegahan Penipuan
Salah satu kekhawatiran utama yang diidentifikasi dalam laporan ini adalah evolusi teknologi Generative AI (GenAI). Sebanyak 35% responden di Asia Pasifik menganggap teknologi ini sebagai ancaman terbesar dalam verifikasi identitas dan pencegahan penipuan keuangan dalam tiga hingga lima tahun ke depan. GenAI, dengan kemampuannya untuk menghasilkan konten yang mirip dengan yang dihasilkan manusia, memiliki potensi untuk mempersulit deteksi penipuan, terutama dalam hal pemalsuan identitas.
Namun, tantangan dalam pencegahan penipuan tidak hanya datang dari ancaman teknologi baru. Hampir seperlima (19%) profesional pencegahan penipuan mengakui bahwa mereka merasa tidak memiliki teknologi yang cukup untuk menghadapi penipuan yang semakin canggih. Selain itu, 28% merasa kesulitan dalam memahami tren penipuan terkini, sementara 27% menghadapi tantangan dalam mengidentifikasi dan menghentikan penipuan pada saat nasabah baru bergabung, tanpa mengorbankan pengalaman pelanggan.
Pentingnya Kolaborasi Lintas Sektor
Kolaborasi lintas sektor menjadi salah satu strategi yang diidentifikasi sebagai kunci dalam menghadapi ancaman penipuan. Mayoritas profesional pencegahan penipuan setuju bahwa berbagi informasi identitas lintas sektor dapat menjadi pembeda strategis dalam melawan penipuan. Meskipun 81% responden sudah terlibat dalam konsorsium informasi identitas, sayangnya, kurang dari setengah yang aktif berpartisipasi dalam forum industri, berinvestasi dalam solusi teknologi untuk pertukaran data yang aman, atau bermitra dengan lembaga penegak hukum.
Kurangnya kolaborasi yang efektif ini bisa menjadi celah yang dimanfaatkan oleh pelaku penipuan. Tanpa kerjasama yang erat antar industri, tantangan untuk mendeteksi dan mencegah penipuan menjadi semakin kompleks.
Dampak Penipuan terhadap Kesejahteraan Profesional
Ancaman penipuan yang terus meningkat tidak hanya berdampak pada bisnis, tetapi juga pada kesejahteraan mental para profesional pencegahan penipuan itu sendiri. Seluruh responden dalam survei mengakui bahwa mereka mengalami kesulitan tidur karena ancaman penipuan yang membayangi organisasi mereka. Verifikasi identitas yang tidak memadai dan keterbatasan sumber daya menjadi tantangan utama yang dihadapi. Lebih mengkhawatirkan lagi, hampir tiga perempat (70%) profesional pencegahan penipuan mengungkapkan bahwa mereka pernah menjadi korban penipuan, menambah beban psikologis yang mereka tanggung.
Carol Chris, Manajer Umum Asia Pasifik di GBG, menyatakan keprihatinannya terhadap situasi ini. Menurutnya, laporan ini menggambarkan lanskap penipuan di Asia Pasifik yang semakin mengkhawatirkan. “Kolaborasi lintas industri sangat penting untuk memberantas penipuan, dan kami mendesak para pelaku usaha untuk bekerja sama demi melindungi organisasi serta mendukung para profesional pencegahan penipuan,” ujarnya.
Pentingnya Penelitian yang Berkelanjutan
Penelitian ini dilakukan oleh Censuswide melalui survei daring yang melibatkan 520 eksekutif tingkat C, Wakil Presiden, direktur, dan manajer yang memiliki tanggung jawab dalam risiko, penipuan, pengoperasian, dan kepatuhan. Survei ini dilakukan pada 16-24 Mei 2024, mencakup berbagai sektor seperti layanan keuangan, asuransi, teknologi keuangan, perbankan, pinjaman, telekomunikasi, perdagangan elektronik, permainan, dan pertaruhan.
Kesimpulan dari laporan ini menunjukkan betapa pentingnya bagi perusahaan untuk terus berinvestasi dalam teknologi dan kolaborasi lintas sektor demi melawan penipuan yang semakin kompleks. Tanpa upaya yang serius, risiko finansial dan operasional yang ditimbulkan bisa menjadi bencana bagi banyak bisnis di kawasan Asia Pasifik.