Kemerdekaan yang Terabaikan: Refleksi pada Peringatan HUT RI ke-79 di Kota Kinabalu

161
Kemerdekaan yang Terabaikan: Refleksi pada Peringatan HUT RI ke-79 di Kota Kinabalu
Kemerdekaan yang Terabaikan: Refleksi pada Peringatan HUT RI ke-79 di Kota Kinabalu

Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia ke-79 yang dilaksanakan di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kota Kinabalu, Sabah, pada 17 Agustus 2024, seharusnya menjadi momen yang sarat makna bagi seluruh warga negara Indonesia di luar negeri. Seperti tahun-tahun sebelumnya, acara ini berlangsung meriah dengan upacara yang dipimpin oleh Konsul Jenderal Rafail Walangitan dan dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat Indonesia di Kota Kinabalu, termasuk Sekolah Indonesia Kota Kinabalu dan beberapa undangan VIP lainnya.

Namun, di balik kemegahan upacara dan keramaian pesta rakyat, terdapat pertanyaan mendalam mengenai sejauh mana kemerdekaan yang kita rayakan benar-benar dimaknai. Menggelar upacara peringatan kemerdekaan tidak hanya sekadar rutinitas tahunan. Ini adalah waktu yang tepat untuk mengenang perjuangan para pahlawan serta merenungkan makna kemerdekaan dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Salah satu aspek penting dari makna kemerdekaan adalah penghargaan dan apresiasi terhadap kontribusi individu dan kelompok yang telah berperan dalam pembangunan bangsa, baik di dalam maupun di luar negeri. Namun, peringatan tahun ini meninggalkan rasa pahit bagi sebagian warga negara Indonesia diaspora. Rasyid Riza, mantan Ketua Panitia Pengawas Pemilu Luar Negeri (Panwaslu LN) Kota Kinabalu tahun 2024, mengungkapkan kekecewaannya atas kurangnya apresiasi dari pihak KJRI Kota Kinabalu terhadap mereka yang telah berkolaborasi dalam tugas-tugas kenegaraan di bawah Badan Ad-hoc Bawaslu RI, khususnya selama Pemilu 2024.

Dalam wawancara via telepon, Rasyid menyoroti ketidakhadirannya dalam upacara HUT RI tahun ini karena tidak adanya undangan resmi, meskipun Panwaslu LN yang ia pimpin berhasil meraih penghargaan juara 1 dalam kategori Sosialisasi dan Pengawasan Partisipatif dari Bawaslu RI pada Mei lalu. Rasyid menegaskan bahwa apresiasi adalah bentuk penghargaan yang fundamental dalam memanusiakan manusia. Penghargaan atas kerja keras dan jerih payah bukanlah hal yang seharusnya diabaikan, apalagi oleh institusi yang seharusnya menjadi representasi negara di luar negeri.

“Memberi penghargaan di zaman kepemimpinan kepala perwakilan tentu tidak membuat diri rugi, bahkan sebaliknya, itu mencontohkan bagaimana seorang pemimpin seharusnya menghargai usaha dan kerja keras mereka yang telah berjuang,” ungkap Rasyid. Kegagalan memberikan apresiasi ini mencerminkan masalah yang lebih dalam dalam budaya birokrasi kita. Penghargaan bukan sekadar bentuk pengakuan, tetapi juga merupakan insentif moral yang dapat memacu semangat dan kinerja. Tanpa penghargaan yang layak, bagaimana kita bisa berharap agar mereka yang bekerja keras untuk bangsa ini terus memberikan yang terbaik?

BERITA HANGAT:  Kecelakaan Maut di Pekanbaru: Mahasiswi Mabuk Tewaskan Penjual Sayur, Publik Gempar

Selain itu, kurangnya apresiasi dari KJRI Kota Kinabalu juga menciptakan jurang yang semakin lebar antara perwakilan dan para warga negara Indonesia maupun diaspora. Di luar negeri, seperti di Melbourne, Brunei Darussalam, dan Singapura, apresiasi dan penghargaan turut diberikan kepada para WNI yang berprestasi. Hal ini tidak hanya mencerminkan penghargaan terhadap mereka yang berkontribusi, tetapi juga memperkuat ikatan antara perwakilan negara dengan masyarakatnya di luar negeri.

Rasyid mengungkapkan bahwa ia dan diaspora lainnya di Kota Kinabalu tetap setia mendukung setiap program KJRI meskipun merasa kecewa. “Silih berganti pemimpin, kami tetaplah diaspora dan WNI yang terus bersama KJRI Kota Kinabalu. Kami di sini bersama anak dan keluarga, kami hanya ingin menghadirkan suasana yang harmonis selama ini terbangun. Kami yakin ini hanya persoalan hati dan berjiwa besar, jangan warnai dengan segala macam pemikiran. Kami yakin matahari tetap satu dan tidak mungkin matahari menjadi dua di lingkungan KJRI Kota Kinabalu,” tegasnya.

Dalam konteks yang lebih luas, kejadian ini seharusnya menjadi bahan refleksi bagi seluruh elemen pemerintah, baik di dalam maupun di luar negeri. Kemerdekaan yang kita rayakan setiap tahun seharusnya tidak hanya menjadi seremoni belaka. Kemerdekaan juga harus dimaknai dengan tindakan nyata, salah satunya melalui pemberian apresiasi yang tulus kepada mereka yang telah berkontribusi. Hanya dengan cara inilah kita bisa memastikan bahwa semangat kemerdekaan tetap hidup dan relevan dalam kehidupan sehari-hari.

Seiring dengan peringatan HUT RI yang ke-79 ini, kita perlu bertanya pada diri sendiri: Apakah kita benar-benar sudah merdeka dalam menghargai satu sama lain? Jika tidak, mungkin inilah saatnya kita memaknai kembali arti dari kemerdekaan yang sejati, tanpa mempersoalkan semangat nasionalisme seseorang.